Oknum TNI Rangkap Ketua RW Geruduk Rumah Doa di Tambun: Dari Gebrak Meja sampai Bentakan di Depan Jemaat

Ketua RW Geruduk Rumah Doa di Tambun
Ketua RW Geruduk Rumah Doa di Tambun

Awal Mula Kisah yang Bikin Tambun Jadi Sorotan

Tambun, Bekasi, dikenal sebagai wilayah yang sibuk dan penuh dinamika. Jalanan selalu ramai, warung kopi tak pernah sepi, dan kehidupan warga biasanya berjalan normal. Tapi semua itu berubah sejak Minggu, 18 Juni lalu. Sebuah rumah kontrakan yang difungsikan sebagai rumah doa tiba-tiba menjadi pusat perhatian setelah didatangi puluhan warga, termasuk perangkat RT dan RW.

Pendeta Ellison Lase, penyewa rumah tersebut, awalnya mengira hari itu akan berjalan seperti biasa. Jemaat datang, kursi sudah tersusun, anak-anak duduk rapi di depan, dan musik ibadah mengalun pelan. Namun, kedamaian itu terpecah ketika suara langkah kaki dan percakapan keras terdengar dari luar pagar.

“Pas saya keluar, kaget banget. Banyak orang sudah berdiri di depan rumah. Ketua RT, Ketua RW, semua ada. Mereka datang rame-rame, dan nada bicaranya langsung tinggi,” kenang Ellison.


Ketua RW yang Diduga Anggota TNI Turun Tangan

Yang membuat kejadian ini semakin panas adalah kabar bahwa ketua RW tersebut adalah anggota TNI aktif. Sebagai figur yang punya dua peran—militer dan sipil—seharusnya sikapnya bisa menjadi teladan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

Menurut Ellison, ketua RW itu langsung mengajukan protes keras soal kegiatan ibadah di rumah doa tersebut. Bahkan, tanpa basa-basi, ia menggebrak meja di depan jemaat. Suara bentakan terdengar jelas, membuat beberapa anak kecil terkejut dan memeluk orang tuanya.

Ellison mencoba menahan situasi. Dengan nada tenang, ia bertanya:

“Apakah pantas seorang TNI, yang sekaligus ketua RW, bersikap seperti ini di depan jemaat?”

Alih-alih menurunkan tensi, pertanyaan itu justru membuat sang ketua RW semakin marah. Ia membentak dan menegaskan bahwa dialah yang berkuasa di wilayah tersebut, serta menuding Ellison mencoba membuat aturan sendiri.

BACA JUGA  Skandal Anji dan Juliette Angela

Bukan Kejadian Mendadak: Sudah Ada Teguran Sebelumnya

Konflik ini ternyata punya akar yang lebih panjang. Sekitar bulan Mei, Ellison sudah pernah dipanggil ketua RT dan RW. Dalam pertemuan itu, ia diminta menjelaskan aktivitas di rumah kontrakan yang ia sewa.

Ellison sudah menegaskan sejak awal:

  • Rumah itu bukan gereja resmi.
  • Digunakan hanya untuk ibadah dan pendidikan agama Kristen bagi anak-anak yang sekolahnya tidak menyediakan pelajaran tersebut.
  • Tidak ada renovasi permanen yang mengubah rumah menjadi tempat ibadah.

Namun, meskipun penjelasan itu sudah disampaikan, perangkat RT dan RW tetap merasa keberatan. Bahkan, mereka meminta agar aktivitas itu dihentikan.


Izin FKUB yang Jadi Polemik

Yang menarik, Ellison mengklaim sudah mendapat izin dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Bagi banyak orang, ini seharusnya cukup untuk melindungi kegiatan tersebut secara legal. FKUB sendiri adalah lembaga yang dibentuk pemerintah untuk memastikan kerukunan antarumat beragama tetap terjaga, dan setiap kegiatan ibadah yang sudah memiliki izin mereka biasanya dianggap sah.

Namun, di tingkat lokal, kenyataannya tidak semudah itu. Ketua RT dan RW tetap bersikeras bahwa rumah doa tersebut harus berhenti beroperasi. Alasan resminya tidak dijelaskan secara detail, sehingga memicu spekulasi—mulai dari alasan administratif hingga faktor toleransi antarumat beragama.

Kronologi Lengkap Hari Kejadian

Agar jelas, berikut kronologi berdasarkan penuturan Ellison dan saksi mata:

Pagi Hari

  • Jemaat mulai berdatangan sejak pukul 08.30 WIB.
  • Anak-anak diarahkan ke ruang depan untuk kelas sekolah minggu.
  • Musik ibadah diputar dengan volume sedang, tidak sampai mengganggu tetangga.

Menjelang Ibadah Utama

  • Sekitar pukul 09.15 WIB, terdengar suara langkah kaki dan percakapan keras dari luar.
  • Seorang jemaat membuka pintu pagar, lalu melihat puluhan orang sudah berkumpul.
BACA JUGA  Babak Baru Kasus Suap: Penangkapan Zarof Richard dalam Skandal Ronald Tannur

Ketua RT dan RW Masuk

  • Ketua RW langsung masuk ke rumah tanpa melepas alas kaki, diikuti beberapa warga.
  • Ketua RT berada di belakang, mencoba berbicara tapi suaranya tenggelam oleh ketua RW yang mulai mengajukan protes.

Adu Argumentasi

  • Ellison menjelaskan bahwa rumah itu hanya untuk ibadah dan pendidikan.
  • Ketua RW memotong penjelasan, menuduh Ellison melanggar aturan lingkungan.
  • Suasana semakin panas ketika meja di ruang tamu digebrak.

Bentakan di Depan Jemaat

  • Ketua RW membentak, mengatakan ia yang berkuasa di wilayah tersebut.
  • Jemaat terdiam, beberapa anak menangis.
  • Ellison mencoba menenangkan suasana, tapi ketua RW sudah meninggalkan ruangan dengan nada tinggi.

Warga Terbelah dan Medsos Ikut Panas

Setelah video kejadian ini beredar di media sosial, komentar publik langsung membludak. Banyak yang mengecam sikap ketua RW, apalagi jika benar ia anggota TNI aktif. Mereka menilai tindakan seperti itu bisa merusak citra institusi militer.

Di sisi lain, ada juga yang membela sang ketua RW dengan alasan menjaga ketertiban lingkungan. Menurut mereka, segala bentuk kegiatan ibadah harus sesuai aturan tata ruang, apalagi jika melibatkan banyak orang di rumah kontrakan.


Perspektif Hukum: Apa yang Berlaku di Sini?

Secara hukum, Indonesia mengakui kebebasan beragama dan beribadah, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UUD 1945 dan Pasal 28E ayat (1) dan (2). Artinya, setiap warga negara berhak menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing.

Namun, untuk mendirikan rumah ibadah permanen, memang ada aturan teknis dalam SKB 2 Menteri yang mengatur jumlah minimal jamaah dan dukungan masyarakat sekitar. Nah, di sini letak masalahnya: rumah doa yang sifatnya sementara sering kali berada di area abu-abu regulasi.

BACA JUGA  Jakarta Fair 2025 Bakal Heboh Abis! Konser 25 Hari, Belanja Sampai Triliunan, & Ultah Jakarta Ke-498 🎪🎤🎉

Dampak Sosial: Rasa Nyaman Warga Terusik

Kasus ini sudah memengaruhi hubungan antarwarga. Beberapa tetangga jadi sungkan menyapa, jemaat merasa tidak aman, dan perangkat lingkungan dianggap terlalu keras. Kejadian seperti ini berpotensi memecah belah masyarakat jika tidak segera diselesaikan.

Menunggu Penyelesaian yang Adil

Hingga saat ini, belum ada klarifikasi resmi dari pihak TNI atau pemerintah daerah. Publik masih menunggu apakah akan ada mediasi atau penyelidikan lebih lanjut.

Pendeta Ellison berharap semua pihak bisa duduk bersama:

“Kami hanya mau beribadah dengan tenang, tanpa ganggu siapa pun. Kalau bisa, mari bicara baik-baik, bukan dengan bentakan.”

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *