Daya Beli Masyarakat Indonesia Merosot: Apa Penyebabnya?
Belakangan ini, daya beli masyarakat Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini menjadi sorotan berbagai kalangan, terutama para pengamat ekonomi. Penurunan daya beli tersebut tidak bisa dianggap remeh, karena dampaknya sangat terasa pada kehidupan sehari-hari, terutama pada kelas menengah yang mendominasi penduduk Indonesia.
Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai faktor yang menyebabkan penurunan daya beli, dampaknya bagi masyarakat, serta solusi yang bisa diambil agar kita dapat bertahan menghadapi situasi ekonomi yang tidak menentu ini.
Faktor Penyebab Merosotnya Daya Beli Masyarakat

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi daya beli masyarakat adalah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dilakukan pemerintah. Pada tahun 2022, PPN dinaikkan dari 10% menjadi 11%, dan direncanakan akan naik lagi menjadi 12% pada tahun 2025. Kebijakan ini diambil dengan tujuan meningkatkan penerimaan negara pasca defisit besar yang dialami selama pandemi COVID-19.
Namun, kebijakan ini berdampak langsung pada kenaikan harga barang dan jasa di berbagai sektor. Konsumsi rumah tangga, terutama dari kelas menengah yang mayoritas konsumtif, mengalami penurunan. Kenaikan harga barang seperti makanan, pakaian, dan kebutuhan pokok lainnya menggerus kemampuan daya beli masyarakat.
Inflasi yang Tinggi
Selain kenaikan PPN, inflasi juga menjadi masalah utama yang memperburuk situasi ekonomi masyarakat. Inflasi yang tinggi, terutama pada harga energi dan pangan, membuat harga-harga kebutuhan dasar naik lebih cepat dibandingkan pendapatan. Hal ini memaksa banyak orang untuk menyesuaikan pola belanja mereka dengan mengurangi pengeluaran untuk barang-barang nonesensial.
Kombinasi antara kenaikan PPN dan inflasi menciptakan tekanan ganda bagi masyarakat, terutama kelas menengah yang harus mengubah gaya hidup mereka demi bisa bertahan.
Dampak pada Konsumsi Domestik
Penurunan daya beli masyarakat juga berdampak pada melemahnya konsumsi domestik. Ketika konsumsi rumah tangga menurun, sektor-sektor yang bergantung pada permintaan konsumen, seperti ritel dan manufaktur, menjadi terhambat. Hal ini berpotensi mempengaruhi penciptaan lapangan kerja, yang kemudian memicu masalah ekonomi lebih lanjut.
Dengan lemahnya permintaan, banyak perusahaan di sektor ini terpaksa menurunkan produksi atau bahkan mem-PHK karyawan untuk menekan biaya operasional mereka.
Dampak Penurunan Daya Beli pada Kehidupan Sehari-hari

Perubahan Gaya Hidup Kelas Menengah
Kelas menengah di Indonesia merupakan kelompok yang paling terdampak oleh penurunan daya beli. Dengan harga barang-barang yang terus naik, banyak keluarga dari kelas ini terpaksa mengurangi pengeluaran mereka, terutama untuk barang-barang nonesensial seperti elektronik, kendaraan, dan pakaian.
Bahkan, banyak dari mereka yang sebelumnya sering makan di restoran atau kafe, kini lebih memilih untuk memasak di rumah demi menghemat biaya. Gaya hidup konsumtif yang dulunya lekat dengan kelas menengah, kini harus ditekan demi bisa memenuhi kebutuhan pokok.
Tekanan pada Sektor Pendidikan dan Kesehatan
Selain gaya hidup, sektor pendidikan dan kesehatan juga terkena dampak dari penurunan daya beli ini. Banyak keluarga yang terpaksa menunda biaya pendidikan tambahan untuk anak-anak mereka, seperti les privat atau kursus. Di sektor kesehatan, beberapa orang harus menunda pemeriksaan rutin atau pengobatan tertentu karena terbatasnya anggaran.
Hal ini dapat mempengaruhi kualitas pendidikan dan kesehatan dalam jangka panjang, yang tentunya akan membawa dampak besar pada generasi mendatang.
Meningkatnya Utang Konsumtif
Salah satu jebakan yang sering dialami masyarakat di tengah merosotnya daya beli adalah meningkatnya utang konsumtif. Banyak orang yang terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau bahkan hanya untuk memenuhi keinginan sementara, seperti membeli barang-barang yang sifatnya tidak esensial.
Utang konsumtif, seperti cicilan paylater atau kartu kredit, semakin memperburuk kondisi keuangan mereka karena banyak yang tidak memperhitungkan kemampuan membayar di masa depan. Jika tidak segera ditangani, ini bisa menciptakan masalah keuangan yang lebih besar.
Solusi Menghadapi Penurunan Daya Beli

Dalam kondisi ekonomi yang sulit, sangat penting bagi kita untuk dapat mengelola keuangan dengan lebih bijak. Berikut beberapa tips yang bisa diterapkan agar tetap bisa bertahan di tengah situasi yang menantang ini:
Membuat Anggaran Belanja yang Lebih Ketat
Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah membuat anggaran belanja yang lebih ketat. Hal ini bukan sekadar mencatat pengeluaran, tetapi benar-benar memahami aliran kas kita dan memprioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan yang paling penting.
Misalnya, jika sebelumnya kita sering mengalokasikan dana untuk hal-hal yang tidak esensial seperti nongkrong di kafe atau belanja barang-barang fashion, kini saatnya untuk menahan diri dan fokus pada kebutuhan pokok.
Kurangi Utang Konsumtif
Mengurangi utang konsumtif juga sangat penting di saat daya beli menurun. Utang konsumtif biasanya digunakan untuk membeli barang-barang yang sifatnya tidak produktif, seperti barang mewah atau hanya sekadar mengikuti tren. Untuk menjaga keuangan tetap sehat, sebaiknya utang hanya diambil untuk hal-hal yang produktif, seperti modal usaha atau pendidikan.
Dengan begitu, kita tidak akan terjebak dalam siklus utang yang justru akan semakin membebani keuangan.
Perbanyak Tabungan dan Dana Darurat
Memiliki tabungan dan dana darurat sangat penting di tengah ketidakpastian ekonomi. Dana darurat ini bisa menjadi jaring pengaman jika tiba-tiba ada pengeluaran mendesak, seperti kendaraan yang rusak atau kebutuhan kesehatan yang tak terduga.
Meskipun mungkin sulit, usahakan untuk rutin menyisihkan 10-20% dari penghasilan setiap bulan untuk tabungan dan dana darurat. Ini akan membantu kita lebih tenang dalam menghadapi kondisi keuangan yang tidak menentu.
Cari Sumber Pendapatan Tambahan
Dalam situasi ekonomi yang lesu, mencari sumber pendapatan tambahan bisa menjadi solusi yang cerdas. Ada banyak cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan, seperti freelance, jualan online, atau monetisasi skill yang kita miliki.
Dengan memiliki lebih dari satu sumber pendapatan, kita dapat menjaga kestabilan keuangan, terutama jika penghasilan utama tidak cukup untuk menutupi semua kebutuhan.
Manfaatkan Diskon dan Promo dengan Bijak
Di tengah naiknya harga-harga barang, diskon dan promo bisa menjadi penyelamat. Namun, kita harus tetap bijak dalam memanfaatkannya. Jangan sampai tergoda untuk membeli barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan hanya karena ada promo besar.
Gunakan promo hanya untuk barang-barang yang sudah direncanakan sebelumnya, atau kebutuhan pokok yang memang dibutuhkan. Dengan begitu, kita tetap bisa hemat tanpa harus boros hanya karena promo.
Adaptasi dan Manajemen Keuangan yang Bijak
Penurunan daya beli adalah tantangan yang harus dihadapi oleh banyak orang di Indonesia saat ini. Namun, dengan adaptasi yang tepat dan manajemen keuangan yang bijak, kita masih bisa bertahan di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Membuat anggaran, mengurangi utang konsumtif, memperbanyak tabungan, mencari pendapatan tambahan, dan memanfaatkan diskon dengan bijak adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk menjaga stabilitas keuangan keluarga.
Dengan terus belajar tentang literasi keuangan dan berkolaborasi dengan keluarga, kita bisa mengatasi tantangan ini bersama-sama. Jangan lupa juga untuk selalu memantau situasi ekonomi dan mengambil langkah-langkah proaktif agar kondisi keuangan tetap sehat.