Calon Praja IPDN Asal Ternate Meninggal Saat Pendidikan Dasar

Calon Praja IPDN Meninggal
Calon Praja IPDN Meninggal

Malam selalu identik dengan tenang. Tapi tidak untuk para calon praja IPDN di Sumedang, Jawa Barat. Di saat sebagian besar orang sedang bersiap tidur, mereka justru berdiri tegak di lapangan, mengikuti apel malam dalam rangkaian Diksar Mental dan Disiplin — sebuah fase yang dikenal paling keras, baik secara fisik maupun mental.

Namun, malam itu bukan sekadar apel malam biasa. Itulah malam terakhir bagi seorang anak muda bernama Maulana Izat Nurhadi, calon Praja IPDN asal Ternate, yang datang jauh-jauh dari Maluku Utara dengan satu harapan: mengubah nasib dan menjadi bagian dari birokrasi negeri.

Sayangnya, takdir berkata lain. Sekitar pukul 23.00 WIB, pihak IPDN menyatakan Maulana meninggal dunia setelah tiba-tiba jatuh lemas di tengah apel dan kemudian dinyatakan meninggal akibat henti jantung.

Sejak saat itu, satu kalimat mulai bergema di media sosial:

“Ada yang nggak beres. Masa anak muda sehat tiba-tiba henti jantung begitu saja?”

Dan Cocotmedia, sebagai media independen yang tidak tunduk pada narasi resmi satu pihak, memutuskan untuk mengurai semua lapisan cerita ini — dari kronologi, analisis tekanan Diksar, suara publik, hingga memori kelam masa lalu IPDN yang perlahan kembali menghantui.


Siapa Maulana? Harapan Keluarga, Kebanggaan Kota, dan Mimpi yang Terputus

Sebelum kita membahas kronologi kejadian, mari kita bicara dulu tentang sosok Maulana, bukan hanya sebagai “calon praja yang meninggal”, tapi sebagai manusia dengan mimpi yang belum selesai.

Anak Baik dari Ternate yang Jadi Harapan

Warga Ternate mengenal Maulana sebagai pemuda yang ramah, energik, dan aktif di kegiatan olahraga. Teman-temannya bilang dia suka bercanda, tapi ketika bicara soal masa depan, matanya selalu serius.

BACA JUGA  Penangkapan CEO Telegram: Kebebasan vs. Tanggung Jawab

Menurut tetangga, Maulana adalah kebanggaan keluarga. Di komunitasnya, tidak banyak anak muda yang berhasil menembus seleksi IPDN, karena prosesnya terkenal keras. Mulai dari seleksi akademik, psikologi, kesehatan, hingga fisik. Dan Maulana lulus semuanya.

Bahkan ayahnya sempat berkata kepada salah satu media lokal:

“Dia pulang setelah lolos seleksi daerah, bilang begini ke saya: Pa, ini pertama kalinya saya merasa benar-benar dekat dengan masa depan.

Sampai di sini saja, kita sudah tahu — Maulana bukan sekadar angka tambahan dalam daftar peserta Diksar IPDN. Dia adalah simbol harapan.


Kronologi Malam Kejadian Versi IPDN

Berdiri di Apel, Kemudian Jatuh Lemas

Sekarang kita masuk pada kronologi kejadian berdasarkan keterangan pihak IPDN, dengan catatan bahwa ini adalah versi resmi.

Menurut Wakil Rektor IPDN yang diwawancarai oleh Cocotmedia, kejadian berlangsung seperti ini:

  • Malam hari, para calon praja mengikuti apel malam Diksar Mental dan Disiplin
  • Sekitar pukul 22.30 WIB, Maulana mengeluh lemas
  • Tak lama setelah itu, dia pingsan
  • Tim kesehatan IPDN membawa Maulana ke Rumah Sakit terdekat
  • Sekitar pukul 23.00 WIB, Maulana dinyatakan meninggal dunia
  • Penyebab: Henti jantung
  • Tidak ditemukan bekas kekerasan, menurut keterangan internal IPDN

Sampai di sini, narasi masih lurus dan rapi — seolah semua kejadian bisa dijelaskan dalam satu kalimat: “Henti jantung mendadak.”

Namun, justru di sini lah kejanggalan mulai terasa.


Tabel Kronologi Versi Resmi IPDN

WaktuKejadianSumber Narasi
20.00 WIBApel malam Diksar dimulaiIPDN
22.30 WIBMaulana mengeluh lemasIPDN
22.35 WIBMaulana pingsanIPDN & rekan praja
22.40 WIBDibawa ke RS IPDN / RS terdekatIPDN
23.00 WIBDokter menyatakan meninggal akibat henti jantungIPDN
24.00 WIBIPDN menyampaikan keterangan singkat bahwa tidak ada kekerasanKonferensi internal
Besok pagiJenazah diterbangkan ke TernateIPDN & keluarga korban

Catatan investigatif:

  • Tidak ada keterangan resmi soal hasil visum lengkap
  • Tidak disebutkan apakah ada CPR / bantuan medis langsung di lokasi
  • Tidak disebutkan berapa lama interval antara Maulana pingsan hingga ditangani dokter
BACA JUGA  3,06 Juta Kendaraan Tinggalkan Jakarta Selama Libur Nataru 2024/2025

Reaksi Cepat IPDN: Klarifikasi atau Bentuk Defensif?

“Tidak Ada Kekerasan” Diumumkan Sangat Cepat

IPDN menyampaikan klarifikasi hanya beberapa jam setelah kejadian. Dalam keterangannya, mereka menegaskan bahwa tidak ada tanda kekerasan fisik, dan kematian disebabkan henti jantung, bukan karena latihan berat atau kekerasan senior.

Pertanyaannya: Bagaimana bisa pernyataan setegas itu keluar begitu cepat?

Karena secara logika:

  • Untuk menyatakan “tidak ada kekerasan”, harusnya ada pemeriksaan menyeluruh
  • Untuk menyatakan “henti jantung”, harusnya ada diagnosa medis lengkap
  • Untuk memastikan tidak ada kelalaian, harusnya ada review internal kronologi pelatihan

Tapi pernyataan itu muncul begitu cepat, seolah semuanya sudah jelas — dan publik merasa ini lebih mirip narasi defensif daripada klarifikasi transparan.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *